Tuesday, March 5, 2013

Fairy Tale Town: Jersey

Inggris! Akhirnya saya berkesempatan ke Inggris. Tapi... Inggris?


View of Rozel Cliff Path
Jersey, Channel Island, tepatnya. Sebuah pulau kecil di selatan Inggris, namun secara geografis lebih dekat dengan Prancis (hanya 1 jam naik kapal ke Prancis, sayang nggak punya visa :(( ). Yak, saya terdampar di pulau kecil nan indah ini. Indaaaaaah banget kayak di fairy tale. 

Beruntung sekali! Saya mengikuti sebuah program di Durrell Wildlife Conservation Trust di Jersey selama 3 bulan. Yak, 3 bulan saya akan berada di sini! Durrell sendiri memiliki kebun binatang yang keren (saya iri sekali karena Indonesia belum punya pengelolaan satwa seperti ini): pengelolaan satwa yang bagus, enclosure yang memadai, fasilitas yang oke punya. Dan saya harus belajar dari sini. Semoga bisa diaplikasikan di Indonesia. Amin!

Di sini, saya tinggal di Les Noyers, hostelnya Durrell, dengan trainee yang lain juga. Menyenangkan sekali karena si manager hostel, Josh, menyediakan makanan yang lezat setiap hari. Pulang-pulang dari sini bisa bertambah 5 kg saya! Hehehe...

Pojok di shopping centre St. Helier
Dan Jersey adalah kota kecil yang menyenangkan. Banyak tanah kosong yang ditanami tanaman. Sebagian besar penduduknya adalah petani. Ini lagi yang bikin saya iri, petani di sini bisa punya mobil mewah, rumah bagus, tanah luas yang sustain. Saya cuma bisa berharap jika petani Indonesia juga bisa mendapat kehidupan yang bagus. 

Karena pulau kecil, jalanan utama pun disesuaikan. Cukup dua mobil saja, bahkan kadang jika mobil berpapasan, satu mobil harus berhenti. Jalan juga berkelok-kelok karena topografi Jersey yang bergunung-gunung naik turun. Lampu merah cuma ada di pusat kota, St. Helier. Pesepeda dan pejalan kaki sangat dihargai.

Tadi saya bilang Jersey seperti di fairy tale. Yak benar! Di dekat tempat tinggal saya (sekitar 10-15 menit berjalan kaki), ada bukit-bukit kecil yang bisa langsung melihat laut luas dan burung-burung laut. Ada penduduk yang tinggal di atas bukit dan membuat rumahnya seperti kastil. Atau rumah-rumah kecil dari batu seperti di kisah Hansel dan Gretel. Persis seperti itu. Setiap rumah punya nama di sini, entah itu nama rumah atau nama yang punya. 

Tinggal di sini, nggak jauh-jauh dari tempat tinggal saya di Jogja. Orangnya ramah-ramah. Kalau jalan-jalan pagi dan ketemu orang, mereka tak segan menyapa 'good morning' atau senyuman saja. Kota kecil yang menyenangkan! 

Yeeeeyyyy!!! Jersey!!!



Read more...

Saturday, December 1, 2012

Mengintip Satwa Liar di Taman Nasional Kaeng Krachan


Di Provinsi Phetchaburi (2011), Thailand, menyambut pagi. Dingin. Udara pagi di kota ini sangat sejuk. Kendaraan hanya satu-satu lalu lalang di jalanan yang mulus dan lebar. Dari provinsi ini, saya dan rombongan menuju Taman Nasional Kaeng Krachan, yang merupakan taman nasional terluas di Thailand, sekitar 2,914.70 kilometer persegi.

Melihat satwa di habitatnya adalah tujuan utama ke Kaeng Krachan. Ya, Kaeng Krachan adalah rumah bagi banyak satwa liar dan juga merupakan tempat terbaik untuk melihat burung di Thailand.

Dibutuhkan waktu satu jam lebih dari Phetchaburi menuju taman nasional ini, dan lebih dari dua jam jika berangkat dari Bangkok, ibu kota Thailand. Menuju Kaeng Krachan, di kanan kiri hamparan tanah masih luas terjaga. Semakin lama, dingin semakin terasa ketika mendekati Kaeng Krachan. Saya pun merapatkan jaket.

Memasuki kawasan ini, mulai nampak jejak-jejak satwa liar.

Seekor lutung melintas
Read more...

Monday, November 19, 2012

Belah-belah Buah Kaltim

Elai

Bulan November, musim buah berbau dimulai di Kalimantan Timur. Kenapa saya bilang musim buah berbau? Karena yang buah yang ada pada saat itu memang buah-buahan yang memiliki bau yang khas, seperti durian, cempedak, elai, mata kucing, rambai, keledang, kapul dan masih banyak lagi buah khas Kalimantan lain.

Pemandangan tersebut akan bisa dilihat mulai dari Balikpapan, di mana bandara utama di Kalimantan Timur ini berada. Sedikit di pinggiran kota Balikpapan, maka akan nampak buah musiman tersebut dijual. Kemudian sepanjang jalan ke Samarinda, pemandangan tersebut tidak ada habisnya. 

Saya sendiri baru tahu dan menikmati beberapa di antaranya setelah menginjakkan kaki di Kaltim. Buah elai, seperti yang ada di foto, masih satu keluarga dengan buah durian. Di Kalimantan Tengah atau Selatan, buah ini disebut buah pempaken. Bentuk buahnya lebih kecil dan lebih mudah dibuka tanpa menggunakan alat jika sudah benar-benar matang. Baunya perpaduan cempedak dan durian, harum tapi tidak semenyengat durian. Dagingnya berwarna oranye dan berbiji kecil. Jadi, meski buah elai lebih kecil daripada durian, tapi puas memakannya karena dagingnya yang tebal dan manis. Nyam!
Read more...

Saturday, November 17, 2012

Mendadak Hilang!

Saya yakin para safari pernah mengalaminya, karena saya baru saja mengalaminya. Apalagi kalau bukan barang yang tertinggal!


Saya dalam perjalanan dari Balikpapan ke Jakarta. Pesawat saya jam 10.50 wita, sehingga dari pagi buta harus melaju dari Samarinda, untuk menghindari kemacetan kota Samarinda juga. Sampai di bandara masih banyak sekali waktu. Check in sudah, makan sudah, dan saya mulai merasa bosan di ruang tunggu. Maka saya pun keluar masuk ruang tunggu. 

Saya lihat masih ada setengah jam lagi sebelum masuk ke pesawat. Oke, saya pikir sekedar mencari oleh-oleh tidak apa, toh hanya berjalan kaki beberapa meter. Saya pun keluar ruang tunggu (lagi) untuk membeli oleh-oleh. Dan saatnya pengumuman untuk masuk pesawat! Yak saya pun buru-buru melalui x-ray pertama, kemudian kedua. 

Huff, akhirnya saya duduk dengan selamat di pesawat. Ketika pesawat akan take off, saya pun berencana memotret kota Balikpapan dari atas pesawat. Eh mulai kikuk lah saya karena saya tidak pernah merasa memasukkan tas hitam kesayangan saya (yang berisikan laptop dan kamera) ke dalam bagasi kabin pesawat. Oh my!
Read more...

Monday, September 24, 2012

Rumah Masa Depan

Indonesia Cemetery, Malang, East Java

  Melihat foto di postingan ini, rumah masa depan alias kuburan sama sekali tidak seram. Malahan tampak menyenangkan dengan background langit berwarna biru cerah, pohon-pohon, juga rerumputan hijau. Lalu, apa yang perlu ditakutkan dari kuburan? Toh nanti kita semua berada di lubang yang sama. Bersatu dengan tanah.

  Pengalaman saya mengunjungi kuburan memang tidak banyak, karena saya sendiri tidak suka berwisata ke kuburan. Foto ini diambil ketika saya ke Malang. Kebetulan di rumah yang menjadi tempat tinggal sementara saya adalah kuburan ini. Jadilah saya melewati kuburan ini hampir setiap hari. Lagi pula jalanan di sini sangat sepi, sehingga tidak terhalang oleh apapun. Tapi kalau malam, memang agak horor juga. Bahkan teman saya sempat melihat penampakan di area pekuburan ini. Hiyy... 

 Jadi sebenarnya ini hanyalah masalah point of view saja, tergantung waktu berkunjung. Kalau siang atau terang tidak masalah, kalau gelap itu baru masalah. Ditambah banyak tayangan televisi yang menantang nyali di kuburan. Ditambah lagi hal-hal mistis yang lain, misalnya itu ada makamnya perempuan bunuh diri, atau baru melahirkan. Maka jadilah kuburan adalah tempat terseram di dunia. Apalagi ketika melewati kuburan, ada bau kemenyan atau dupa. Kalau bisa saat itu juga punya kekuatan 1000 langkah. 

 Kalau saja kuburan di Indonesia ditata lebih artistik, misalnya bentuk nisan dibuat sedemikian indah, juga dengan cahaya yang terang benderang, mungkin penghuni kuburan tidak akan kesepian. Sehingga tidak perlu melakukan penampakan untuk mencari teman. 

 Hahaha, sebenarnya tulisan ini sungguh aneh, nggak ada tujuan menulisnya, hanya sekedar nyinyir melengkapi foto di atas yang memang ingin saya posting. 

 Sampai jumpa!
Read more...

Wednesday, March 28, 2012

Kebebasan Burung di Pulau Rambut


Jakarta? Membayangkannya saja sudah malas, dan saya harus sering bolak-balik ke Jakarta akhir-akhir ini. Tapi saya harus ke Jakarta (lagi-Maret 2012)! Tapi kali ini berbeda, karena kota Jakarta hanya tempat mampir saja untuk menuju pulau di utara Jakarta.

Senyum lebar. Siapkan binoculars, kamera, kacamata hitam, celana pendek, sandal jepit, dan hati yang damai. Yak! Karena saya akan menuju Pulau Rambut yang merupakan satu gugusan pulau di Kepulauan Seribu.

Betapa tidak sulit untuk menemukan satwa liar di pulau ini. Di sinilah surganya cangak abu (Ardea cinerea), pecuk ular (Anhinga melanogaster), bluwok (Mycteria cinerea), kowak malam (Nycticorax nicticorax), cangak merah (Ardea purpurea), kuntul besar (Egretta alba), kuntul kecil (Egretta garzetta), kuntul sedang (Egretta intermedia), kuntul karang (Egretta sacra), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), roko-roko (Plegadis falcinellus), dan pelatuk besi (Threskiornis melanocephalus). Sehingga pulau ini pun disebut sebagai ‘birds sanctuary’.

Segerombolan burung-burung melintas di depan kapal kami yang menuju ke pulau tersebut. Dan sesampainya di dermaga, suara burung bersatu dengan deburan ombak di pantai. Karena pulau ini merupakan kawasan konservasi, sehingga penjagaan cukup ketat. Dibatasi hanya maksimal 50 pengunjung setiap hari ke pulau ini.

Sampai di dermaga Pulau Rambut, rombongan saya segera memperlihatkan SIMAKSI, yaitu surat izin masuk kawasan konservasi. Pulau Rambut ditetapkan sebagai suaka margasatwa melalui keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 275/Kpts-II/1999 tertanggal 7 Mei 1999 dengan luas 90 ha yang terdiri dari 45 ha daratan dan 45 ha perairan.

Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menunjukkan track untuk melihat lebih dekat dengan burung-burung tersebut. Sebelum itu, melintas biawak yang juga merupakan salah satu penghuni Pulau Rambut. Biawak malu mendengar langkah kaki rombongan saya dan memilih pergi.

Semakin jauh ke dalam track, suara kepakkan sayap burung semakin dekat terdengar. Karena populasi burung di sini sangat banyak, maka burung-burung berada di kanan kiri kita melintas dan kembali ke sarangnya.

Jangan heran jika memasuki kawasan ini, Anda akan mencium aroma seperti di pasar burung. Karena luas area yang tidak seimbang dengan jumlah burung, tak heran kotoran burung ada di mana-mana, sehingga masuk ke dalam pulau ini akan mencium aroma kotoran burung. Dan jangan marah jika sewaktu-waktu Anda ketiban kotoran burung. Ya karena Anda pasti berjalan tepat di atasnya.

Tapi lihatlah. Di puncak menara yang disediakan. Saya menyaksikan burung yang melintas bebas tanpa takut diburu. Ada yang membawakan makanan untuk pasangannya, ada yang sedang mengerami telur, ada pula yang sedang bercengkerama. Sungguh mengasyikkan melihat hal seperti ini tidak di kebun binatang!

Sayangnya, sampah Jakarta sampai ke pulau ini. Di pinggiran pantai, banyak sampah sandal, gabus, lampu, baju, dan entah sampah apalagi. Dan saya bertemu seekor burung di tumpukan sampah!

Tapi, burung-burung di Pulau Rambut lebih bebas dari pada di kebun binatang atau di rumah saya. Ah, rasanya saya ingin melepaskan burung yang dipelihara ayah saya di pulau ini.(Fian)

Cara ke Pulau Rambut:
Untuk menuju Pulau Rambut, Anda dapat menggunakan speedboat dari Marina Ancol dengan waktu tempuh sekitar 30 menit, dari Muara Angke dengan perahu motor (sekitar 90 menit), dari Pelabuhan Kamal dengan perahu motor (sekitar 60 menit), dan dari Tanjung Pasir, Tangerang, dengan perahu motor (sekitar 30 menit).
Read more...